Suatu hari ada lelaki duduk di sebuah kursi biru panjang, memandang ke arah langit-langit yang ia senangi. Lalu, datang seorang gadis, tersenyum. Bergetarlah hati sang lelaki. Dengan mudahnya. Gadis itupun lama-lama menjelma sebagai arah pandang yang sang lelaki senangi lainnya. Pelan-pelan dan berangsur-angsur kemudian menjadi sebuah kebiasaan.
Cinta?
Lelaki tidak—ah, maksudnya—belum tahu.
Namun dapat dipastikan, gadis itu senang memandang wajah sang lelaki, senang menenggelami sendu matanya, senang menyentuh indah bayangnya. Meski ia tahu pasti, ia menyimpan dua lelaki berbeda dalam hati yang paling dalam.
Semakin dekat, selangkah lebih dekat. Mereka seolah tak bisa menjadi pribadi yang lain. Rasa untuk saling memiliki sang lelaki kepada sang gadis menggelora menepiskan apapun. Ada sinar baru yang menyelami kabut, aku ingin memiliki sinar itu sebelum keduluan awan. Pikirnya.
Naluriah, sang lelaki berencana mengutarakan apa yang baru-baru ini menjadi dongeng sebelum tidurnya. Namun apa yang ia dengar dari mulut sahabat sang gadis berangsur-angsur keukeuh mengusir niatnya. Yang ia dengar bukanlah fakta bahwa sang gadis tidak menyukainya, ia tahu pasti sang gadis menyukainya, mereka sama-sama menyukai. Yang ia dengar adalah, fakta bahwa ada lelaki lain yang disukainya selain dirinya. Dia adalah sahabat sang lelaki.
Ia tahu dengan pasti siapa yang paling menyita hati sang gadis, oleh sebab itu, dia menjauh. Bukan jauh dalam arti jauh. Namun jauh karena ia pintar dalam menempatkan diri.
Saat ia memandang kedua orang itu, duduk di kursi yang sama dimana dia merasakan getar itu, dia rela. Benar-benar rela karena yang ia tahu adalah, ia tak mungkin menyita kebahagiaan mereka berdua. Maka itu, sang lelaki mencoba menemukan sinar mataharinya yang baru.
Dan ia pun akhirnya menemukan sinar itu.
Sinar yang senantiasa mengejar bayangannya, sinar yang sebenarnya redup namun karenanya sinar itu kuat, sinar yang menyukainya.
Seseorang berkata, "jika kamu menyukai seseorang tetaplah menyukainya dengan caramu sendiri, bila dia menyukaimu balik maka kamu adalah orang yang beruntung." Maka, sinar itu beruntung, gadis itu beruntung. Karena sang lelaki menyukainya balik.
Gadis itu begitu menyukai lelaki. Meskipun lelaki tak pernah bilang, sang gadis bisa merasakan tatapan orang yang jatuh cinta saat lelaki menatapnya. Orang bilang cinta itu buta. Tapi tidak bagi sang gadis. Kalau ia buta, ia akan sangat menyesalkan bila ia tak bertemu dengan lelaki kala itu. Kala pertama kali Tuhan mempertemukan mereka.
Sang gadis awal merasa kehilangan kehangatan sang lelaki setelah lelaki itu menemukan peraduan baru. Merasa tersaingi namun tetap mau menang sendiri. Dia bukan seorang antagonis, namun dalam sudut pandang ini bisalah dia dipandang seorang antagonis karena apa yang telah ia lakukan.
Pada akhirnya, sang gadis terakhir lah yang paling terluka.
Entah apa kesalahan sang gadis perbuat hingga ia sering memecah sunyi malam dengan isak tangisnya. Apakah sang lelaki penyebabnya? Entahlah. Yang ia tahu adalah karena ia merasa ada yang pergi dari dirinya. Seiring dengan perginya sang lelaki ke suatu tempat yang baru, yang mungkin membuat sang gadis tak mungkin lagi menyentuhnya ataupun sekadar melihat bayangannya.
***
Akan kuungkap satu rahasia tentang lelaki itu. Dia adalah lelaki yang pernah menjadi alasan sang gadis yang terluka itu tersenyum. Namun biarkan dia hidup seperti lelaki yang tak bernama. Karena menyebut namanya saja, membuat perih sekujur tubuh sang gadis tanpa tahu obatnya apa.
#gadis yang terluka, kepada engkau... #
Diam.
Dan, kalau bisa... jangan kembali sebagai seorang lelaki.
Pemilik rindu sang lelaki pertama dalam cerita,
1st June 2015
mbulet, tapi keren!!! sincere endingnya "pemilik rindu sang lelaki pertama dalam cerita" wah true story kah?
ReplyDelete