Sunday, July 26, 2015

Sepenggal Kisah Yang Tak Tahu Akankah Ada Akhirnya

Dia tidak bisa mengucap tiga kata itu. Dia bukannya tidak bisa, dia hanya tidak bisa. Bukan, dia bukannya tidak bisa bicara, dia juga tidak gagap. Mulutnya disumpal oleh hati dan akalnya. Mungkin itu alasan yang lebih logis.

Sunset in Salatiga.
"Bagaimana aku mempercayaimu?" Aku menodongnya dengan pertanyaan itu saat dia bilang aku harus mempercayainya apapun yang ia katakan apapun yang ia lakukan.
Aku bahkan tidak tahu perasaanmu, bagaimana bisa aku bercaya? Dia terdiam lama sebelum menjawab, "Lihat mataku." Aku melakukannya.

Hei, bagaimana bisa aku tidak percaya dengan seorang dengan mata sedalam dalammnya palung ini. Kepercayaan berasal dari mata? Agak tidak masuk akal.

Lalu aku menggeleng. "Aku tidak bisa." 
Dia mendesah putus asa. "Lalu yang kau inginkan apa?" Katanya final. 

Aku ingin kata-kata itu. "Aku ingin pergi." Tapi aku berbohong.
"Pergi? Ke mana?"
"Tidak kemana-mana. Hanya pergi dari kamu."
Aku beranjak, dia diam saja. 
Aku berbalik dan berjalan menjauh dia masih diam saja. Tidak menahanku atau apa.

Lebih baik seperti itu. Pergi dengan diam, tanpa kata-kata yang menyakitkan. Lagipula, tidak ada yang tersakiti, kan?

Ah, tapi bukankah itu semakin menyakitkan?

-


Diammu itu, membuatku menjadi semakin menyedihkan, kau tahu?

Lights of Jakarta.

No comments:

Post a Comment